Jumat, 09 September 2011

ICW: Bubarkan Banggar!

Banggar adalah bendahara partai
Icha Rastika | Heru Margianto | Jumat, 9 September 2011 | 08:47 WIB
 
   
Ilustrasi
KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat, Badan Anggaran (Banggar DPR) sebaiknya dibubarkan. Fungsi budgeting-nya yang diemban Banggar dikembalikan kepada panitia anggaran.

Menurut ICW, kewenangan Banggar yang terlalu besar sebagai alat kelengkapan DPR dinilai berpotensi menjadi sumber korupsi. Sejumlah kasus korupsi yang menyeruak belakangan ini berawal dari kesepakatan antara Banggar, Kementerian, dan pengusaha terkait proyek di pemerintahan.

"Solusinya, pembubaran banggar. Kewenangan banggar perlu dikurangi, bentuknya bukan lagi permanen, tapi bisa bentuknya seperti tahun 2004-2009, panitia anggaran," ujar peneliti ICW Apung Widodo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (8/9/2011).

Berdasarkan penelitian ICW, Banggar yang terlalu kuat seringkali melakukan "potong jalur" atau tidak menaati prosedur resmi dalam menyusun anggaran. Banggar seringkali melewati proses pembahasan anggaran di komisi dan langsung menentukan besaran anggaran serta alokasinya.

Padahal, kata dia,  seharusnya fungsi Banggar berangkat dari bagaimana masing-masing komisi di DPR mengidentifikasi kebutuhan kelembagaan yang diwakilinya dan mengharmonisasikannya sesuai dengan ketersediaan anggaran.

Selain itu, menurut Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, "potong jalur" juga terjadi saat kebutuhan tambahan alokasi anggaran tidak lagi berasal dari Kementerian/Lembaga melainkan langsung diusulkan Banggar.

"Jadi, seolah-olah lembaga kementerian ditodong, pokoknya kamu jalani proyek, kita kasih tambahan sekian miliar," katanya.

Mesin uang partai
Apung juga mengatakan, selama ini Banggar DPR cenderung dimanfaatkan sebagai mesin uang partai. Indikasinya, hampir semua parpol menempatkan bendaharanya atau wakil bendaharanya di Banggar.
"Ada relasi yang kuat antara aktor-aktor di Banggar dan bendahara parpol. Bisa dibilang, Banggar (adalah) bendahara partai," katanya.

Olehkarena itu, ICW mendorong agar Banggar dibubarkan dan dikembalikan menjadi panitia anggaran. Masing-masing komisi membentuk panitia yang melakukan harmonisasi atau singkronisasi kebutuhan kelembagaan dengan menyesuaikan pada prioritas dan ketersediaan anggaran. Panitia anggaran tersebut juga bersifat ad hoc atau sementara.

"Kalau sekarang (Banggar), yang dimunculkan adalah kewenangannya untuk mengubah, mengganti, mendislokasi proyek," kata Firdaus.

Pengawasan
Di samping itu, ICW juga mendorong peningkatan pengawasan oleh Badan Kehormatan DPR dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sehingga praktik mafia anggaran dapat dicegah.
Seperti diketahui, dalam sejumlah kasus dugaan korupsi terkait proyek di Kementerian, disebutkan dugaan keterlibatan Banggar DPR. Misalnya, kasus dugaan suap program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang muncul belakangan ini. Pihak salah satu tersangka yakni Dharnawati memunculkan dugaan adanya aliran dana ke Banggar dan makelar proyek yang berhubungan dengan Banggar.

Selain kasus itu, kasus dugaan korupsi wisma atlet juga diduga berkaitan dengan Banggar. Salah satu tersangka Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang juga anggota Banggar DPR menyebutkan, adanya aliran dana terkait wisma atlet ke Banggar. Penganggaran proyek senilai Rp 191 miliar itu, disebutkan, dikawal anggota Banggar dan anggota DPR di Komisi X.

Mantan Staf Keuangan Nazaruddin yakni Yulianis saat bersaksi di persidangan Mindo Rosalina Manulang dan Muhammad El Idris pernah mengatakan, Nazaruddin selaku anggota DPR memperjuangkan agar dana yang dialokasikan untuk proyek wisma atlet menjadi Rp 400 miliar. Untuk itu, Nazaruddin mengeluarkan sejumlah dana yang diistilahkan "belanja" proyek. Sayangnya, alokasi yang disetujui hanya Rp 200 miliar.

Sumber : Kompas

Inilah Syarat yang Diajukan Dicky

Konflik Bupati-Wakil Bupati Garut
Cornelius Helmy Herlambang | Marcus Suprihadi | Jumat, 9 September 2011 | 10:18 WIB
 
 
k48-11 
Wakil Bupati Garut Dicky Chandra dan istri Rani Permata
 
GARUT, KOMPAS.com — Wakil Bupati Garut Dicky Chandra mengajukan tiga syarat apabila rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mengabulkan permintaannya untuk mengundurkan diri.
Demikian dikatakan Dicky saat memberikan keterangan terkait keinginan pengunduran diri yang ia ajukan pada DPRD Garut, Jumat (9/9).

Tiga syarat itu adalah:
1. Kejelasan mengenai tugas dan wewenang bupati dan wakil bupati
2. Pemahaman lebih baik pada anggaran pendapatan dan belanja daerah
3. Terobosan menghasilkan kebijakan populis.
 
”Bila tidak ada perbaikan, saya khawatir kinerja sebagai wakil bupati tidak akan berkembang,” katanya. 

Sumber : Kompas