Kamis, 18 Agustus 2011

Home Swet Home (Kitchen Set)

Kitchen Set, Bikin Dapur Makin Ramai
Natalia Ririh | Latief | Selasa, 16 Agustus 2011 | 19:19 WIB
  
shutterstock
Namun, Anda harus sedikit lebih jeli saat membeli jika ingin membeli 
kitchen set agar pas dengan ruang. Untuk itu, lebih baik Anda memesannya 
terlebih dulu secara khusus.

KOMPAS.com - Saat datangnya hari raya, saat rumah Anda dikunjungi kerabat dan sahabat, tentu tidak cuma ruang tamu yang terlihat. Dapur juga bisa menjadi ruang yang ramai didatangi. Apalagi, bila letak dapur Anda berhimpitan dengan ruang makan.

Mungkin, inilah saat paling tepat jika Anda ingin mengubah tampilan dapur. Bukan berarti Anda harus memboroskan uang, karena penataan ulang ini hanya sekedar memanfaatkan momentum spesial.

Agar tampak lebih rapi, kehadiran kitchen set akan membuat dapur Anda lebih nyaman digunakan. Meja, bak cuci (sink), dan kompor terintegrasi dalam posisi yang bisa diatur agar ergonomis.

Kitchen set juga membuat dapur lebih tertata dan rapi, karena kabinet-kabinetnya menjaga perlengkapan masak dan makan tersimpan berdasarkan kategori. Ini akan sangat menguntungkan, karena kerabat pun tidak akan "tersesat" saat mencari alat makan sendiri.
Namun, Anda harus sedikit lebih jeli saat membeli jika ingin membeli kitchen set agar pas dengan ruang. Untuk itu, lebih baik Anda memesannya terlebih dulu secara khusus.

Saat ini, banyak tempat pembuatan kitchen set, mulai dari kelas mal sampai kelas pinggir jalan. Kalau mau lebih praktis, beli yang sudah jadi pun tidak masalah.
Namun, jika dana anggaran terbatas, Anda bisa membuat kitchen set dari beton, lalu berikan pintu dari bahan kayu.

Pilihan material kitchen set pun banyak dan variatif, seperti kayu solid atak kayu olahan. Untuk pelapis bagian luarnya, tersedia pilihan veneer, HPL, vinil, tacon, dan lain-lainnya.

Lalu, bagaimana dengan top table-nya?

Jangan khawatir. Anda bisa memilih solid surface, granit, atau stainless steel. Setiap material ini memiliki ciri khas, tinggal disesuaikan antara pilihan Anda dan dana yang tersedia.
(Made Mardiani Kardha)
Sumber : Kompas

Pendidikan Nasional "Dana BOS"


Penyaluran Dana BOS
Agung: Kelancaran BOS Tergantung Kepala Daerah
Inggried | Kamis, 18 Agustus 2011 | 12:47 WIB

 
DHONI SETIAWAN 
Agung Laksono
 SOREANG, KOMPAS.com - Menteri Koodinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, kelancaran bantuan operasional sekolah (BOS) tergantung dari komitmen yang dimiliki oleh setiap kepala daerah. Saat melakukan kunjungan kerja ke Pesantren Palgenep Mathlaul Anwar di Desa Margahayu Selatan, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (18/8/2011),

Agung mengatakan, saat ini pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Keuangan, BPKP, dan Kementerian Dalam Negeri telah membentuk tim khusus untuk menanggulangi ketidakberesan dalam penyaluran BOS di setiap daerah.
Agung mengharapkan, dengan dibentuknya tim tersebut bisa menghasilkan langkah strategis bagi penyelesaian ketidakberesan penyaluran BOS tersebut.

"Pada triwulan ketiga ini, baru 100 kabupaten/kota di Indonesia yang telah mendapatkan pencairan BOS. Kita inginkan BOS ini bisa digunakan tepat sasaran agar operasional pendidikan menjadi tidak terhambat dan kegiatan belajar bisa berjalan sebagaimana mestinya," ujar Agung.

Pada tahun 2012 mendatang, pemerintah pusat berkomitmen untuk meningkatkan anggaran BOS menjadi Rp 23 triliun dari sebelumnya hanya Rp 20 triliun. Politisi Golkar ini mengatakan, sekolah yang telah menerima dana BOS diharapkan tidak lagi memungut biaya apapun kepada peserta didiknya.

Namun, Agung mengakui, bahwa dana BOS saat ini hanya mampu menutupi kebutuhan biaya operasional pendidikan sebesar 75 persennya saja. Sehingga, sisanya harus menjadi tanggungjawab semua komponen pendidikan yang terlibat diantaranya warga masyarakat, pengusaha dan orang tua siswa.

"Apabila hal ini dilakukan, maka target pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan di Indonesia menjadi wajib belajar sembilan tahun akan terpenuhi. Saat ini, rata-rata usia lama pendidikan masih 7,6 tahun. Apabila dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura kita kalah jauh. Mereka sudah 15 tahun," ujarnya.
Sumber : Kompas

Wayang Gus Dur Pentas di Kendal

Wayang Gus Dur Pentas di Kendal
K9-11 | Glori K. Wadrianto | Kamis, 18 Agustus 2011 | 09:28 WIB
 
   
K9-11 Dalang wayang kardus Gus Dur, Agus Koplak, 
Dalam diskusi malam pitulasan di Kendal, Jawa Tengah, Rabu malam.
 
KENDAL, KOMPAS.com - Di Kendal Jawa Tengah, ada wayang kardus Gus Dur dengan dalang Agus Koplak. Wayang yang menggunakan iringan musik rebana tersebut, ikut meramaikan diskusi 'malam pitulasan' di Desa Babadan Patebon, Kendal, yang diselenggarakan oleh komunitas Gus Durian dan Komunitas Kantung-kantung Budaya Kabupaten Kendal (K3BK), Rabu (17/8/2011) malam. 
 
Agus Koplak mengaku senang bisa menjadi dalang. Pasalnya, wayang kardus Gus Dur, adalah wayang kontemporer yang melibatkan semua peserta diskusi, sehingga membuat dia harus banyak belajar tentang persoalan-persoalan yang ada.

"Cerita yang saya sampaikan harus terkait dengan tema diskusi. Jadi saya harus belajar dan banyak membaca supaya bisa mengikuti perkembangan persoalan di Kabupaten Kendal," kata Agus.
Diskusi yang mengambil tema, "Hilangkan Sumbangan Pengembangan Institusi Sekolah" itu, menghadirkan narasumber Sekretaris Komisi D DPRD Kabupaten Kendal, Budiyono, dan diikuti oleh puluhan remaja perwakilan beberapa komunitas.
 
Agus menjelaskan, ide membuat wayang kardus Gus Dur keluar dari teman-teman K3BK. Ia berharap, wayang tersebut bisa diterima oleh masyarakat. "Ini jenis wayang langka. Maka harus diperkenalkan dulu," kata mahasiswa ISI Yogyakarta jurusan dalang tersebut. 
 
Sumber : Kompas 

Menurun, Nasionalisme Elite Politik

Menurun, Nasionalisme Elite Politik
Ilham Khoiri | Robert Adhi Kusumaputra | Rabu, 17 Agustus 2011 | 23:08 WIB
   
KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD Ilustrasi anti-korupsi
JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya korupsi di pemerintah pusat dan daerah menggambarkan, nasionalisme atau rasa cinta pada bangsa di elite politik di negeri ini kian menurun. 

Sebagian dari mereka memegang jabatan eksekutif, legislatif, atau yudikatif bukan untuk memperjuangkan agenda kemajuan bangsa, melainkan demi mengeruk keuntungan bagi diri sendiri dan kelompoknya.

Penilaian itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jhony Rakhmat, di Jakarta, Rabu (17/8/2011).

Dia menyoroti ironi maraknya korupsi di tengah perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia. Dalam peringatan kemerdekaan negara ke-66 tahun ini, masyarakat justru dicemaskan oleh kejahatan korupsi yang kian menggerogoti hampir semua lini brokrasi pemerintahan.
Menurut Jhony Rakhmat, nasionalisme pada hakikatnya adalah rasa cinta setiap elemen bangsa kepada negaranya yang diwujudkan dalam kehidupan sehar-hari. Semakin nasionalis, seseorang akan semakin mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok atau pribadi. Itu bisa dilakukan semua orang sesuai dengan profesinya.

"Para koruptor dan elite yang menyuburkan korupsi itu sebenarnya tak punya nasionalisme. Meskipun berwacana soal nasionalisme, merekalah yang justru melecehkan agenda bangsa demi urusan pribadi dan kelompok. Semua itu dipertontonkan lewat berbagai kasus korupsi, seperti pegawai Dirjen Pajak, Gayus HP Tambunan, atau korupsi wisma atlet SEA Games 2011 yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin," katanya.

Masyarakat umum sejatinya memiliki rasa nasionalisme lebih tinggi. Mayoritas masyarakat masih bersemangat antikorupsi karena dianggap merugikan negara dan rakyat. Semangat itu sebaiknya diasatukan agar bisa memerangi korupsi.
"Sebenarnya negeri ini sekarang 'dijajah' atau 'dibajak' oleh elite politik yang korup itu. Maka, perjuangan kemerdekaan sekarang adalah bagaimana membebaskan bangsa, negara, dan rakyat dari cengkeraman elite yang korup itu," katanya.   
Sumber : Kompas