Sabrina Asril
Salah seorang petugas Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta
memeriksa tingkat tembuh cahaya pada angkutan umum
di Terminal Lebak Bulus, Minggu (18/9/2011)
JAKARTA, Dirgantara Info Media —
Beberapa sopir angkutan umum (angkot) mengaku tidak tahu-menahu adanya aturan soal ketebalan kaca film kendaraan. Mereka mengaku baru tahu tidak boleh memakai kaca gelap setelah ada razia dari Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta di Terminal Lebak Bulus, Minggu (18/9/2011) sore ini.
"Saya enggak tahu kalau ada aturan itu. Kaca film ini sudah ada dari sopir sebelum saya. Saya hanya sopir pengganti," ungkap Afrizal, Minggu (18/9/2011), di Terminal Lebak Bulus.
Afrizal merupakan salah satu dari belasan pengemudi yang ditilang aparat Dishub DKI Jakarta lantaran mobilnya memakai kaca film gelap.
Menurut Afrizal, kaca film gelap itu bukanlah masalah. Pasalnya, kaca film gelap berfungsi untuk melindungi penumpang dari sinar matahari. "Menurut saya wajar saja memakai kaca gelap supaya enggak silau penumpangnya. Kami ikut-ikutan saja karena yang lain pakai kaca gelap juga, enggak tahu kalau ada larangannya," tutur Afrizal.
Kaca film mobil Afrizal pun akhirnya dicopot paksa oleh petugas Dishub DKI Jakarta, sementara surat tanda nomor kendaraan milik Afrizal disita dan diberikan surat tilang. Sopir lain, Ucup, juga menuturkan hal serupa. Ia mengaku baru mengetahui larangan penggunaan kaca film gelap setelah ada razia sore ini.
"Saya enggak tahu dan enggak pernah diberi tahu. Jadi, saat razia ini saya baru tahu," ujar Ucup yang langsung mencopot kaca film gelapnya sebelum petugas menilangnya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengungkapkan, aturan kaca film ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan KM/439/U/1976. Di dalam aturan itu disebutkan, kaca film kendaraan minimal mampu menembuskan cahaya 70 persen.
"Seharusnya mereka sudah paham aturan ini karena sudah dibuat sejak tahun 1976. Saya saja saat SD sudah tahu aturan kaca film," tuturnya.
Ketika ditanyakan mengapa banyak sopir angkot yang tak mengetahui aturan ini, Pristono mengatakan bahwa tanggung jawab pembinaan sopir itu terletak pada operator angkutan.
"Kami tidak mungkin kumpulkan satu-satu operatornya. Kami biasanya ke Organda DKI, dari organda harusnya menyosialisasikan itu ke operator baru ke sopirnya," kata Pristono.
Seperti diberitakan, belakangan pemerintah mulai mengingatkan kembali larangan kaca film gelap lantaran kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang terjadi atas mahasiswi Bina Nusantara, Livia Pavita Soelistio.
Sumber : Kompas