Sabtu, 17 September 2011

Komnas Perempuan: Pemerkosaan Tak Terjadi karena Rok Mini



JAKARTA,Dirgantara Info Media 
Meningkatnya kasus pemerkosaan dan maraknya pelecehan seksual di kendaraan umum semestinya tidak dikaitkan dengan pakaian, dalam hal ini rok mini.
Komisioner Komnas Perempuan, Neng Dara Affiah memberikan pernyataan tegas merespons pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, yang melarang perempuan mengenakan rok mini di kendaraan umum, agar tak terjadi pemerkosaan dan pelecehan seksual.

"Sebagai pejabat publik, dalam hal ini seorang gubernur, pernyataan Fauzi Bowo tidak memiliki sensitivitas terhadap masalah perempuan. Seharusnya, pemerintah dan negara memberikan jaminan keamanan transportasi publik. Bukan menempatkan perempuan pada pihak yang salah atau dipersalahkan. Pernyataan yang tak sensitif ini menempatkan perempuan sebagai obyek juga korban. Perempuan seolah-olah berada di pihak yang salah atas pemerkosaan atau pelecehan seksual yang dialaminya di kendaraan umum," jelas Neng Dara saat dihubungi Kompas Female, Jumat (16/9/2011) lalu.

Neng Dara menegaskan, pakaian tak dapat menjadi ukuran untuk seseorang dilecehkan atau tidak. Pakaian, lanjutnya, tidak menjadi faktor yang turut berkontribusi terhadap terjadinya pemerkosaan di tempat umum.

"Orang yang berpakaian tertutup tak lantas bebas dari pelecehan seksual dan pemerkosaan di tempat umum. Di Bali, orang merasa aman dan nyaman meski 'telanjang' di depan umum. Di Arab, meski perempuan memakai pakaian tertutup dengan Abaya, pemerkosaan di tempat umum tetap terjadi," jelasnya.

Menurut Neng Dara, pernyataan Fauzi Bowo yang melarang perempuan memakai rok mini di tempat umum tidak pantas disampaikan seorang pejabat publik. Apalagi pernyataan tersebut disampaikan terbuka pada masyarakat plural. Penduduk kota megapolitan yang heterogen.

"Orang terbiasa memakai blazer dan rok pendek, apalagi di kota besar yang heterogen seperti Jakarta. Melarang menggunakan rok pendek menyelewengkan kebiasaan yang sudah menjadi kelaziman. Setiap orang berhak memakai pakaian selama dalam batas kesopanan. Rok mini bukan menjadi alasan atas terjadinya pemerkosaan. Karena tindak kejahatan terjadi bukan karena rok mini, tetapi karena iklim dan mindset," terangnya.

Kalau ada orang yang tergoda dengan rok mini, alihkan saja pandangan bukan justru memelototinya. Juga jangan menempatkan perempuan selalu pada pihak yang dipersalahkan atas pilihannya berpakaian.

"Perempuan yang mengalami pelecehan jangan dipersalahkan karena pakaian mereka. Mindset masyarakat juga harus diubah. Terutama basis paradigma masyarakat yang masih memandang perempuan sebagai obyek yang pantas dilecehkan, bukan perempuan yang harus dihormati," lanjutnya.

Neng Dara mengaku khawatir, jika pejabat publik mengeluarkan pernyataan yang tidak hati-hati seperti ini, ada pihak-pihak yang membenarkan dan bahkan menjadi rujukan.

"Pernyataan yang tidak sensitif ini bisa saja dikutip atau bahkan dibenarkan. Padahal yang terpenting adalah bagaimana pejabat publik dan pemerintah membenahi masalah yang sebenarnya. Membenahi masalah transportasi dan memastikan jaminan keamanan kepada pengguna sarana transportasi publik, baik perempuan mau pun laki-laki," tutur Neng Dara, menambahkan masalah jaminan keamanan dan perlindungan di sarana transportasi tak lagi bisa dipandang sebelah mata.

Di sisi lain, perempuan yang kerap menjadi korban pelecehan di kendaraan umum, dan pemerkosaan juga perlu mengubah cara pandangnya. Perempuan korban jangan hanya menerima dan tak perlu takut untuk melaporkan dan memproses secara hukum kekerasan seksual dan ketidakadilan yang dialaminya.

"Celakanya, perempuan cenderung tak mempersoalkan jika mengalami kekerasan seksual, dan menerimanya sebagai kelumrahan. Sementara di negara maju, mereka yang sudah memiliki kesadaran hukum tinggi, tak sungkan membawa persoalan ke jalur hukum. Mindset perempuan dan laki-laki perlu diubah," tutur Neng Dara.

Data Komnas Perempuan pada 2010 menyebutkan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, dalam bentuk pelecehan seksual dan pemerkosaan di tempat umum lebih tinggi dibandingkan kasus KDRT.

Adalah tugas negara dan pejabat pusat juga daerah untuk memberikan perlindungan di tempat umum, termasuk sarana transportasi. Selain juga mengubah cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai obyek. Bukan justru sibuk mengatur cara perempuan berpakaian.

Sumber : Kompas 

Berita Terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar