Memilih Sofa, Menyesuaikan Selera
Latief | Senin, 15 Agustus 2011 | 15:19 WIB
shutterstock
KOMPAS.com - Seorang praktisi furnitur pernah bercerita kepada penulis, bila ingin menata perabotan dalam suatu ruangan, sebaiknya tentukan dulu model dan warna sofa yang akan diletakkan. Sofa, katanya, menjadi titik perhatian pada suatu ruang.
Di koran-koran dan majalah prestisius, misalnya, kita sering melihat sejumlah sofa berselera tinggi. Kadang, jika melihat harganya, kita sering dibuat geleng-geleng kepala dan bertanya, adakah gerangan yang mau membeli sofa semahal itu?
Akan tetapi, bagi orang-orang yang secara sandang, pangan, dan papan sudah lebih dari cukup, sofa atau furnitur menjadi salah satu alat untuk memenuhi kebutuhannya akan selera. Semakin mahal sofa, semakin tinggi pula derajatnya melambung. Jadi, tak perlu heran bila sofa-sofa mahal itu tetap laris manis.
Namun, ibarat wanita yang butuh memoles diri agar tampil cantik dan menawan, sofa juga butuh polesan yang dihadirkan lewat kain pelapisnya. Kain pelapis ini akan semakin menunjang pamor sofa yang sebenarnya memang sudah oke.
Di Jakarta ada sejumlah toko furnitur berusaha membantu konsumennya untuk mendapatkan sofa-sofa yang sebelumnya hanya ada dalam impian. Selain menyediakan berbagai jenis sofa, toko-toko itu juga menyuguhkan ratusan model kain pelapis yang bisa dikombinasikan secara serasi dalam ribuan model paduan.
Ya, konsumen cukup datang ke toko, lalu memilih model sofa yang diinginkan, kemudian mencari motif dan warna kain pelapis yang selama ini diidamkan. Bila konsumen bingung untuk menentukan warna can motif kombinasi, pada toko-toko itu umumnya sudah tersedia katalog kombinasi untuk setiap jenis dan corak kain pelapis. Bila konsumen telah membuat keputusan, toko akan menggarap sofa pesanan selama beberapa bulan.
Tempo pengerjaan ini memang terasa agak lama, mengingat bahan yang digunakan berkualitas tinggi. alhasil, pihak toko pun amat berhati-hati dan memerhatikan setiap detail komponen sofa. Sofa dan kain pelapis yang digemari saat ini umumnya diimpor dari Amerika.
Dibanding Eropa, furnitur produk Amerika lebih digemari karena memiliki keluasan konsep dan paduan saat diterapkan dalam suatu ruangan. Mau coba? (TYS)
Di koran-koran dan majalah prestisius, misalnya, kita sering melihat sejumlah sofa berselera tinggi. Kadang, jika melihat harganya, kita sering dibuat geleng-geleng kepala dan bertanya, adakah gerangan yang mau membeli sofa semahal itu?
Akan tetapi, bagi orang-orang yang secara sandang, pangan, dan papan sudah lebih dari cukup, sofa atau furnitur menjadi salah satu alat untuk memenuhi kebutuhannya akan selera. Semakin mahal sofa, semakin tinggi pula derajatnya melambung. Jadi, tak perlu heran bila sofa-sofa mahal itu tetap laris manis.
Namun, ibarat wanita yang butuh memoles diri agar tampil cantik dan menawan, sofa juga butuh polesan yang dihadirkan lewat kain pelapisnya. Kain pelapis ini akan semakin menunjang pamor sofa yang sebenarnya memang sudah oke.
Di Jakarta ada sejumlah toko furnitur berusaha membantu konsumennya untuk mendapatkan sofa-sofa yang sebelumnya hanya ada dalam impian. Selain menyediakan berbagai jenis sofa, toko-toko itu juga menyuguhkan ratusan model kain pelapis yang bisa dikombinasikan secara serasi dalam ribuan model paduan.
Ya, konsumen cukup datang ke toko, lalu memilih model sofa yang diinginkan, kemudian mencari motif dan warna kain pelapis yang selama ini diidamkan. Bila konsumen bingung untuk menentukan warna can motif kombinasi, pada toko-toko itu umumnya sudah tersedia katalog kombinasi untuk setiap jenis dan corak kain pelapis. Bila konsumen telah membuat keputusan, toko akan menggarap sofa pesanan selama beberapa bulan.
Tempo pengerjaan ini memang terasa agak lama, mengingat bahan yang digunakan berkualitas tinggi. alhasil, pihak toko pun amat berhati-hati dan memerhatikan setiap detail komponen sofa. Sofa dan kain pelapis yang digemari saat ini umumnya diimpor dari Amerika.
Dibanding Eropa, furnitur produk Amerika lebih digemari karena memiliki keluasan konsep dan paduan saat diterapkan dalam suatu ruangan. Mau coba? (TYS)
Sumber :Kompas Klasika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar