Rabu, 17 Agustus 2011

Pidato SBY Masih Berupa Rencana Umum

Pidato SBY Masih Berupa Rencana Umum
Anwar Hudijono | Robert Adhi Kusumaputra | Rabu, 17 Agustus 2011 | 21:18 WIB
 
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka peringatan HUT ke-66 RI pada Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/8/2010).

MALANG, KOMPAS.com - Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) M Masud Said mengatakan, secara garis besar, pidato kenegaraan Presiden SBY dapat dikatakan well planned.
"Namun hal itu masih rencana umum. Belum menjadi ketetapan, jadi soal implementasinya, masih ditentukan begitu banyak faktor. Hasilnya belum tentu, rakyat harus menunggu," kata Masud di Malang, Rabu (17/8).

Dia mengatakan, naskah pidato yang dipersiapkan sangat matang, dan pembawaan yang lebih percaya diri, pidato SBY di depan anggota DPR dan DPD terlihat mantab. Data data statistik ekonomi dan angka capaian agregat RAPBN seakan akan segera membuat perubahan.
Secara agregat, pertumbuhan ekonomi yang sedikit lebih tinggi dari target APBN 2011 juga ikut mendorong presiden untuk bisa membesarkan hati masyarakat dan anggota perwakilan rakyat di DPR dan DPD bahwa kita sudah mencapai sesuai rencana.

Menurut dia, setelah publik dijejali informasi negatif, kasus kasus besar bidang politik, mismanagement keuangan negara, dan penyelewengan kekuasaan bidang penegakan hukum, birokrasi yang kurang efektif. Maka sekali lagi, pengantar nota keuangan RAPBN 2012 16 Agustus itu sejenak menyeruakkan harapan.

Namun ada yang paradoksal dengan peningkatan gaji PNS, TNI dan Polri. Sebagaimana diketahui, dua tahun belakangan ini secara berturut turut gaji PNS naik 10 sampai 15 persen dan secara konsisten memberi gaji ke-13 bagi PNS.

Padahal indeks kurupsi birokrasi masih tergolong yang terburuk di dunia. Birokrasi Indonesia adalah birokrasi yang paling ruwet dan tidak efisien. Reformasi aparatur birokrasi masih tercatat gagal, katanya.
Begitu juga paradoks karena secara teoritis penambahan gaji tak akan membangkitkan secara otomatis kinerja yang terbaik. Secara teori gaji adalah hiegiene factor, bukan faktor motivator, apalagi sebagai satu-satunya jalan meningkatkan kinerja.

SBY telah bisa menciptakan harapan dengan membandingkan prestasi Indonesia selama 7 tahun belakangan ini dengan negara tetangga. Di tengah krisis politik di beberapa kawasan, dan defisit anggaran di berbagai negara barat, dikatakan bahwa Indonesia bukan negara gagal. Indonesia adalah the emerging economy di Asia, Indonesia memiliki masa depan yang menjanjikan.
Namun harus diakui situasi kepolitikan, kultur politik yang belum bersih dan tidak dewa sa, situasi kehidupan sosial dan politik daerah tertinggal, lemahnya pengawasan penggunaan kawasan oleh invastasi yang mambabi buta masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Sumber : Kompas 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar