Senin, 19 September 2011

Perusakan Patung Bertentangan dengan Ajaran Islam



Patung Yang Dirusak Masa



JAKARTA, Dirgantara Info Media
Perusakan patung di Purwakarta, Jawa Barat, merupakan tindakan vandalisme. Apa pun alasannya, tindakan itu tak bisa ditorelir.

“Kita ini negara hukum, segala sesuatunya musti dikembalikan kepada hukum. Tak boleh main hakim sendiri begitu. Saya menyesalkan dan mengecam vandalisme itu karena bertentangan dengan hukum,” ujar Ketua Umum DKN Garda Bangsa M Hanif Dhakiri kepada okezone di Jakarta, Senin (19/9/2011).

Dia menegaskan, meskipun sekelompok perusak patung menggunakan alasan agama, hal itu tetap tidak bisa dibenarkan. Sebab Indonesia negara hukum, bukan negara Islam. Terlebih lagi, Islam tidak mengajarkan perbuatan perusakan semacam itu.

“Tegas dikatakan, Allah melarang kita berbuat kerusakan dan tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Jadi, perusakan itu justru bertentangan dengan ajaran Islam yang dibawa-bawa oleh sekelompok perusak di Purwakarta itu. Tindakan mereka justru telah mengotori ajaran Islam dan mencoreng citra Islam yang sejuk,” terangnya.

Di sisi lain, Hanif merasa heran karena aksi anarki massa dilakukan di depan aparat keamanan. Sehingga memunculkan kesan polisi tidak tegas terhadap kelompok tertentu yang membawa embel-embel agama.

Tentu situasi ini harus jadi bahan evaluasi bersama agar polisi benar-benar bisa hadir dalam penegakan hukum dan ketertiban masyarakat.

“Sebab kejadian semacam itu sering kita dengar. Sekelompok orang tertentu bisa menghakimi apa saja di luar koridor hukum. Itu harus dilawan dan polisi punya domain tanggung jawab yang besar,” sesalnya.

Lebih lanjut Hanif meminta agar polisi mengusut tuntas dan menyelesaikan masalah ini secepatnya agar tidak menjadi preseden buruk bagi ketertiban masyarakat. Hukum di mana saja bisa lemah atau kuat pada suatu masa.

“Tetapi tak sedikitpun dari kita boleh kehilangan kepercayaan terhadap hukum, apa pun keadaannya. Jika tidak begitu, di depan kita hanya akan ada anarki dan anarki. Buat saya, patung itu sejenis buku dalam bentuk lain. Orang boleh tak setuju isinya, tapi tak boleh juga merusaknya,” urainya.

Berkaca pada kejadian kemarin, Hanif mengimbau kepada pemerintah daerah agar lebih hati-hati dalam membuat dan menjalankan kebijakan, terutama terkait dengan perlunya konsultasi ataupun sosialisasi publik.

“Kita, warga masyarakat, juga perlu sama-sama mendidik diri agar tak main hakim sendiri. Jika ada masalah, sebaiknya diselesaikan lewat koridor hukum atau politik yang ada. Trust the law or forget the nation (percayai hukum atau lupakan bangsa ini),” tandasnya.
(ful)
Sumber : Okezone
Berita Terkait : 
Muhammadiyah : Istana Nabi Saulaiman ada Patungnya
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar